Kenaikan harga minyak dunia yang terus mendekati US$ 80 per barel memicu kenaikan harga solar industri.
Akibat kenaikan harga solar tersebut, PT Samindo Resources Tbk (MYOH) yang mengoperasikan 133 dump truck dan 18 excavator terkena imbasnya. Tahun ini pun Samindo harus menyiapkan dana besar untuk biaya solar.
Direktur PT Samindo Resources Tbk menjelaskan, kenaikan harga minyak dunia yang diikuti kenaikan harga BBM dan meroketnya nilai tukar rupiah menjadi tantangan bagi industri jasa pertambangan. Apalagi BBM merupakan komponen utama biaya material di perusahaan jasa pertambangan.
“Rata-rata kontribusi biaya material terhadap total produksi perusahaan jasa pertambangan mencapai 40%,” kata Ahmad Saleh kepada Kontan.co.id, Jumat (20/7).
Pada awal tahun 2018 harga solar industri masih berkisar Rp 6.000 per liter, namun pada pertengahan tahun 2018 harga solar industri sudah mencapai Rp 8.000 per liter.
Alhasil, harus menyiapkan dana hanya untuk Solar sekitar Rp. 300 miliar-Rp. 400 miliar untuk tahun ini. “Dalam setahun kita bisa menggunakan 48-50 juta liter solar per tahun,” kata Saleh.
Menurut Saleh, dampak meroketnya harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah tidak hanya terhadap harga bahan bakar minyak. Beberapa suku cadang yang digunakan untuk alat berat harus didatangkan dari luar negeri. “Oleh karena itu, melonjaknya nilai tukar rupiah otomatis akan menaikkan harga suku cadang,” katanya.
Saat ini nilai tukar rupiah telah mencapai di atas level Rp. 14.515 per dolar AS dari level sebelumnya Rp. 13.300-13.500. Melihat situasi tersebut, kata Saleh, pihaknya telah mengambil empat langkah strategis untuk melakukan efisiensi biaya.
Pertama, manajemen Samindo membeli BBM dalam jumlah besar dengan mempertimbangkan prediksi harga BBM beberapa bulan ke depan. Pembelian BBM dalam jumlah banyak juga mendapatkan potongan harga sehingga dapat menghemat biaya pembelian BBM.
“Kami juga ada tim yang memantau harga, misalnya harga akan naik, kami akan beli dua atau sebulan sebelum harga naik. Cukup terpaut selisihnya,” ujarnya.
Kedua, Samindo secara konsisten menjaga jalan, salah satunya mengatur tingkat kemiringan lereng. Derajat kemiringan jalan cukup signifikan mempengaruhi konsumsi bahan bakar. “Kemiringan jalan yang tinggi secara otomatis meningkatkan daya yang digunakan, yang secara otomatis meningkatkan konsumsi bahan bakar,” katanya.
Ketiga, perawatan jalan juga mempengaruhi penggunaan ban. Pemeliharaan jalan yang berkesinambungan berhasil memperpanjang durasi penggunaan ban. “Saat ini pergantian ban terjadi setiap enam bulan sekali, sebelumnya penggantian ban dilakukan setiap empat bulan sekali,” kata Saleh.
Keempat, manajemen juga menginstruksikan pengemudi alat berat untuk mematikan mesin saat shift shift. Operasi penambangan berlangsung selama 24 jam dalam tiga shift. “Dump truck mau tahu, setiap 1 jam edit 80 liter solar,” tambahnya.
Saleh menjelaskan, dengan empat upaya tersebut, pihaknya berharap dapat menggunakan efisiensi bahan bakar sebesar 5% dari total penggunaan 48-50 juta liter tahun ini. “Kami terus mempertahankan 1 bank cubic meter dredging (bcm) hanya menggunakan solar 0,9 liter, bukan 1 liter,” kata Saleh. Asal tahu saja untuk 1 bcm sama dengan 2,4 ton per kubik.
Sedangkan untuk biaya jasa kasar pengerukan 1 bcm, biayanya US$ 1,5 sampai US$ 2,5. Sedangkan biaya transportasi dari stock pile ke pelabuhan bisa mencapai US$2.
Kenaikan iuran jasa penambangan yang diminta Samindo sudah dilakukan tahun ini. “Karena memang tidak bisa naik harga lagi karena kita sudah naikkan saat harga batu bara naik awal tahun lalu,” kata Investor Relations Samindo Ahmad Zaki.
Tahun ini, Samindo memproyeksikan pemindahan lapisan penutup sebesar 54 juta bank cubic meter bcm, terdiri dari 49 juta bcm untuk PT Kideco Jaya Agung dan 5 juta bcm untuk PT Gunung Bayan Pratama (anak usaha PT Bayan Resources Tbk), naik dari tahun lalu sebesar menjadi 48 juta bcm Kideco dan 2,5 juta bcm Gunung Bayan Pratama.
Sedangkan produksi batu bara sepanjang 2018 diproyeksikan mencapai 10,9 juta ton. Hingga kuartal I, produksi batu bara baru mencapai 2 juta ton.
Zaki menyatakan, untuk semester I 2018 produksi dan kinerja perusahaan belum terlihat karena data dari manajemen belum datang. Namun melihat kinerja kuartal I-2018 dan tahun lalu, ditambah dengan kenaikan harga batu bara, kinerja perseroan diprediksi naik juga pada semester I 2018. “Saya kira kinerja kami masih bagus,” tambahnya.